Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Novel: Malam Yang Tak Pernah Pulang Bab 2

Selamat menikmati Bab 2 Novel Malam Yang Tak Pernah Pulang


Hari itu terasa biasa saja. Aku menyiapkan sarapan seperti biasa, roti panggang dan kopi hitam untuk Reza, sementara dia sibuk memeriksa ponselnya di meja makan. Aku mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan, tetapi dia hanya menjawab dengan gumaman singkat. Ponsel itu seolah menjadi tembok di antara kami.


Novel Malam Yang Tak Pernah Pulang





Setelah Reza pergi, aku duduk di meja makan, menatap cangkir kopinya yang masih setengah penuh. Pertanyaan-pertanyaan tentang sikapnya terus berputar di pikiranku. Apa yang membuatnya berubah? Apa yang sebenarnya ia sembunyikan?

Malamnya, Reza kembali pulang terlambat. Aku sudah menunggunya di ruang keluarga, berharap bisa menghabiskan waktu bersama meskipun hanya beberapa menit. Tapi begitu dia masuk, dia langsung menuju kamar tanpa banyak bicara.

“Kamu nggak makan malam dulu?” tanyaku, mencoba terdengar santai.

“Udah makan di kantor,” jawabnya singkat sambil melepas dasi.

Setelah dia mandi, aku memperhatikan sesuatu yang berbeda. Biasanya, Reza selalu meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur. Tapi kali ini, dia menyimpannya di saku celananya. Aku tahu aku seharusnya tidak memikirkan hal itu, tapi cara dia melakukannya begitu mencolok, seolah-olah dia takut aku akan melihat sesuatu.

“Reza, kamu kenapa belakangan ini? Aku ngerasa kamu beda,” kataku, memberanikan diri.

Dia menoleh, terlihat kaget, tetapi segera tersenyum kecil. “Kamu kebanyakan mikir. Aku cuma sibuk aja. Jangan khawatir, ya?”

Aku ingin percaya. Tuhan tahu aku ingin percaya. Tapi, hatiku tidak bisa mengabaikan intuisi ini.

Malam itu, ketika Reza sudah tertidur, aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Tanganku gemetar saat memasukkan pola kunci yang aku hapal—pola yang sama selama bertahun-tahun. Layar ponsel terbuka, dan aku langsung melihat daftar pesan.

Di sana, ada satu nama yang menarik perhatianku: Alya.

Aku membuka percakapan itu, dan napasku tercekat. Pesan-pesan mereka terdengar akrab, jauh lebih dari sekadar teman kerja. Ada percakapan tentang makan malam, tentang pertemuan yang tidak pernah ia ceritakan padaku.

“Aku senang banget tadi malam. Kamu bikin aku lupa semuanya,” tulis Alya.

“Aku juga senang. Nggak sabar ketemu lagi,” balas Reza.

Aku merasa darahku mendidih. Tanganku gemetar, tetapi aku terus membaca, mencoba menemukan sesuatu yang lebih jelas. Percakapan mereka tidak terang-terangan, tetapi cukup untuk membuatku tahu ada sesuatu yang salah. Sangat salah.

Pikiran di kepalaku berteriak, tetapi aku tetap berusaha tenang. Aku mengembalikan ponsel itu ke tempat semula, berusaha agar Reza tidak menyadari apa yang telah kulakukan.

Keesokan paginya, aku merasa seperti orang asing di rumahku sendiri. Aku duduk di meja makan, menatap Reza yang sibuk dengan ponselnya, seperti biasa. Aku ingin langsung mengonfrontasinya, tetapi mulutku terkunci. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat.

“Nadira, kamu nggak apa-apa? Kok diem aja?” tanyanya tiba-tiba.

Aku mengangkat wajahku dan tersenyum kecil. “Nggak apa-apa. Cuma capek.” Dia menatapku dengan alis berkerut, tetapi tidak bertanya lebih jauh. Aku tahu aku harus bersiap untuk percakapan yang lebih serius nanti, tetapi untuk saat ini, aku hanya ingin mengumpulkan kekuatan.

Post a Comment for "Novel: Malam Yang Tak Pernah Pulang Bab 2"