Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Novel: Malam Yang Tak Pernah Pulang Bab 8

Aku mulai bertanya-tanya, apakah aku masih mencintai Reza, atau hanya terobsesi mempertahankan sesuatu yang seharusnya sudah kuikhlaskan. Pernikahan kami adalah mimpi yang kubangun dengan penuh cinta dan harapan, tapi sekarang terasa seperti beban yang mengikatku, memaksaku untuk terus bertahan meskipun luka semakin dalam.

Malam itu, aku duduk di ruang tamu dengan secangkir teh yang sama sekali tidak kusentuh. Reza duduk di seberangku, berusaha memecah kesunyian dengan beberapa kata, tetapi aku terlalu lelah untuk menanggapinya.

“Nadira, aku benar-benar minta maaf. Aku tahu aku sudah salah. Aku tahu aku sudah mengecewakan kamu,” katanya dengan suara rendah.

Novel: Malam Yang Tak Pernah Pulang Bab 8


Aku menghela napas panjang. “Aku tahu kamu minta maaf, Reza. Tapi aku masih tidak tahu apakah aku bisa melupakan semua ini. Kamu bukan hanya melukai aku. Kamu menghancurkan kepercayaan yang aku berikan sepenuhnya padamu.”

Dia menunduk, tampak seperti pria yang terjebak di sudut tanpa jalan keluar. “Aku tahu. Dan aku siap melakukan apa saja untuk membuktikan kalau aku pantas mendapat kesempatan kedua.”

Aku ingin percaya, ingin melihat Reza seperti pria yang dulu aku cintai tanpa keraguan. Tapi setiap kali aku memejamkan mata, bayangan dia dan Alya menghantui pikiranku. Apa yang sebenarnya aku perjuangkan? Apakah aku ingin memperbaiki pernikahan ini karena aku mencintainya, atau karena aku takut kehilangan apa yang telah kami bangun bersama?

Hari-hari berikutnya, aku memutuskan untuk lebih jujur pada diriku sendiri. Aku mulai mencatat perasaanku di sebuah buku kecil, mencoba mencari tahu apa yang benar-benar aku inginkan. Dalam salah satu catatan itu, aku menulis:

Apakah aku mencintainya, atau aku hanya tidak ingin merasa gagal? Apakah ini cinta, atau sekadar kebiasaan yang sulit kulepaskan?

Aku merasa seperti orang yang terombang-ambing di tengah lautan, tidak tahu harus ke mana. Satu hal yang pasti, aku tidak ingin menjadi orang yang memaksakan sesuatu yang tidak lagi bermakna.

Suatu malam, Reza mendatangiku saat aku sedang membaca buku di kamar. Dia duduk di sampingku, menatapku dengan mata penuh harap.

“Nadira,” katanya pelan. “Aku tahu aku mungkin tidak pantas meminta ini. Tapi aku ingin kita mencoba lagi. Aku ingin membangun semuanya dari awal.”

Aku menatapnya lama. “Bagaimana caranya, Reza? Bagaimana aku bisa percaya lagi setelah semua yang kamu lakukan?”

Dia menghela napas, mencoba mencari kata-kata. “Aku akan mulai dari nol, membangun kepercayaan itu lagi. Aku akan terbuka sepenuhnya. Kamu bisa memeriksa ponselku kapan saja. Aku tidak akan menyembunyikan apa pun.”

Aku ingin percaya. Aku ingin memulai kembali. Tapi di saat yang sama, aku tahu bahwa cinta saja tidak cukup. Aku tahu bahwa ada bagian dari diriku yang sudah terluka begitu dalam, hingga mungkin tidak bisa disembuhkan.

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menemui seorang teman lama, Dinda, yang sudah lama menikah dan sering menjadi tempatku bercerita. Aku butuh perspektif dari seseorang yang tidak terlibat langsung dalam kekacauan ini.

Dinda mendengarkanku dengan sabar, tanpa menyela. Setelah aku selesai bercerita, dia menatapku dengan penuh empati.

“Nadira, aku tahu ini berat buat kamu. Tapi kamu harus tanya ke diri kamu sendiri: apa kamu masih melihat masa depan bersama Reza? Apa kamu masih bisa bahagia bersamanya, bahkan dengan semua luka ini?”

Aku terdiam. Pertanyaan itu menggema di kepalaku sepanjang malam. Apa aku masih bisa melihat masa depan bersama Reza? Apa aku masih bisa bahagia bersamanya?

Malam itu, aku kembali ke cermin di kamar. Aku menatap bayanganku, mencoba menemukan jawaban. Cinta yang aku miliki untuk Reza masih ada, tetapi cinta itu kini dipenuhi keraguan dan luka. Aku tahu aku tidak bisa terus begini, terjebak antara harapan dan kenyataan.

Akhirnya, aku berkata pada diriku sendiri: Aku harus memilih. Cinta ini harus punya arah, atau aku harus belajar melepaskannya.

Lanjut ke Bab 9

Post a Comment for "Novel: Malam Yang Tak Pernah Pulang Bab 8"